Hai, semua. Kali ini gue mau
curhat. (nggak pake acara lawakan ato main-main). Serius gue mau curhat, jadi gue
harap lo simak aja. Hmmm... Nggak tahu dah ini postingan tepatnya dikasi judul
apa. “KESABARAN SEORANG GURU”, , , “PAHIT GETIRNYA JADI GURU”, , , atau “NASIB
TRAGIS SEORANG GURU MUDA”. (It’s complicated).
Well, ceritanya sih udah dari
pertama gue memulai karir sebagai guru honorer.
Itu sekitar 3 bulan yang lalu. Nggak kebayang deh, dunia kerja ternyata
sekejam ini. LEBIH TEPATNYA TIDAK ADIL. IRONI. INI SEBUAH IRONI KEHIDUPAN
*dalem. Pas masih kulih. Gue ngebayangin enaknya kalau udah kerja. Ngajar sesuai
jadwal. Ketemu murid-murid yang lucu, bandel, ketawa” penuh kesenangan. Tiap awal
bulan dapet gaji. Jalan2 ngabisin gaji. Dan lain-sebagainya yang nyenengin dan
penuh dengan hal baru. *only a hope.
But, the reality... actually right
now. Gue bener-bener ngerasa beban seluruh dunia ada dipundak gue. Dan itu
bikin gue tertekan secara mental. Gue tetep berusaha professional dan
bertanggung jawab. Karena gue orangnya beneran idealis. Jadi nggak peduli dah
dengan semua yang menghambat, yang penting keyakinan (paham) tetap jalan. Yaitu
ngajar. TITIK.
Banyak hal yang secara real (fakta
dilapangan) yang jauh dari apa yang gue bayangin sebelumnya. Mulai dari
menerima kenyataan bahwa, sekolah gue ngajar
itu jaraknya lebih dari 36 km (untuk ukuran pekerjaan, ini mengurah tenaga, dan
kantong). Terlebih lagi kenyataan status gue yang guru honorer. Asal lo tahu
ya... gaji seorang guru honorer itu tidak lebih dari 1/6 dari gaji guru tetap,
dan 1/20 gaji guru Negeri . bisa nggak lo bayangin, gimaana tragisnya nasib
seorang guru honorer. Jujur ni ya, kalau gue sih nggak pernah terlalu serius
soal uang. Dari gue kecil juga enggag terlalu mentingin uang. GUE TAHU UANG
BISA MEMBELI LEBIH BANYAK KEBAHAGIAAN. GUE JUGA TAHU KALAU SEGALA-GALANYA BUTUH
UANG. TAPI GUE JUGA SADAR,,, KALAU UANG ITU BUKANLAH SEGALA-GALANYA. Dan Untung
(bersyukur) kalau gue itu dilahirkan di keluarga yang mampu, meskipun nggak begitu
kaya...setidaknya semua tercukupi. (cukup makan, baju, motor, huehe.. cukup yg lain jg).
Terlepas dari permasalahan uang. Ternyata
ada hal lain yang baru gue sadari. Bahwa menjadi seorang GURU (diGUGU, dan
ditiRU) itu benar-benar dituntun menjadi seorang yang memiliki kelebihan yang tidak
hanya dari segi pengetahuan, tetapi juga mental, dan spiritual.
Untuk masalah pengetahuan, okelah...
gue termasuk cpet belajar jadi sambil jalan bisa diberesin... spiritual nggak jelek
amat. Cuman yang terakhir, yaitu mental. Yang ini beneran mental gue beneran
sedang diuji.
Ngadepin murid itu ibarat berusaha membangun
istana pasir di deket pantai. Sedikit dibangun, ombaknya dateng ngancurin.
Ngadepin murid dikelas itu juga
kayak orang nyusun kartu domino, sedikit ilang konsentrasi... kartunya bakalan
runtuh.
Ngadepn murid dikelas itu juga kayak
orang pacaran, mesti pinter ngerayu, pinter mencuri perhatian, pinter
menempatkan diri diposisi mereka dan ngebuat mereka nyaman dengan kita.
Dan ngadepin murid dikelas itu
mirip bediriin benang yang basah. Butuh kesabaran SUUUUPPER super super EKSTRA
SABAR.
Tadi siang gue beneran berasa mau
berhenti jadi guru (baca: tempat gue ngajar). Pas gue ngajar FISIKA, dikelas VIII-A.
gue bener-bener ngerasa nggak ada gunanya jadi guru. Gue udah berusaha ngadepin
sesabar-sabarnya orang sabar. Jelasin tiap penggal materi, tiap rumus, dari
orang-perorang. Tapi mereka tetap nggak ngerti (yang ngerti itu nggak lebih
dari itungan jari). Oke gue dulu pernah jadi murid, jadi ngertilah dengan keadaannya,
banyak factor yang bikin minat belajar itu rendah. Gue juga ngerti kalau taraf
intelijensi tiap orang itu beda-beda. Tapi yang gue nggak abis pikir itu, ada
beberapa murid gue yang bisa cekikikan pas gue ngajar. Gue paling sebel sama yang
satu ini. Disaat murid yang lain serius belajar. Mereka malah main. Coba ini
ibarat duri dalam daging. Pengen dah gue potong trus gue buang. Gue emosi.. gw
ngerasa mereka terlalu menganggap remeh peran seorang guru. Disana ada seorang
manusia yang sedang berbuat mulia. Berusaha membuat mereka menjadi manusia yang
cerdas. Tetapi mereka sendiri, TIDAK MENGIJINKAN DIRI MEREKA DIJADIKAN
CERDAS. Bagaimana kita bisa mengisi botol dengan air... kalau botolnya itu
masih tertutup. Bagaimana seorang guru bisa mentransfer ilmunya... kalau
muridnya itu sendiri nggak mau dijadiin pinter. Saking emosinya ! rasanya gue
pengen cepet2 keluar dari kelas itu. Ada pepatah yang bilang, TENGOKLAH KEARAH LAIN
SAAT DUNIA BERPALING DARIMU. Tadi gue anggep dunia (baca: murid yang nggak menghormati
guru) berpaling dari gue, dan gue pun harus pergi ninggalin mereka. Tapi hati
kecil gue berkata lain., tanggungjawab nggak boleh ditinggalkan. Dan disana
masih ada murid-murid yang haus akan ilmu, yang seneng diajar sama gue. Sampai akhirnya
pelajaran pun berakhir. Dan gue keluar berusaha menenangkan diri dan mengambil
pelajaran dari itu semua.
Setelah jam istirahat. Gue lanjut
ngajar dikelas VIII-C. seperti biasa gue masuk kelas dan semua berdiri bersiap memberi salam. Salam khas orang
bali yaitu panganjali, Om swastiastu
(mirip Namaste di India, yang artinya
saya menghormat kepada Tuhan yang ada didalam dirimu). Namun sebelum salam
itu dihaturkan, gue mendengar seorang murid berkata lain. Spontan gue bertanya
siapa yang berkata tidak sopan ketika memberi salam.. Yang lebih kaget lagi,
murid gue itu orang bali sendiri. (note: sekolah gue itu muridnya lintas agama
dan suku). Nah ini yang gue bikin semakin emosi. Ada murid yang tidak
menghormati kebudayaannya sendiri. Dan dia layak diberi hukuman. Dan ini Untuk pertama
kalinya seumur hidup gue mengajar. Gue menghukum seroang murid, dengan menyuruhnya
push-up 10x. (gue harap dia merenungi kesalahannya).
Entah apa yang salah.. banyak hal yang
bikin gue gag nyaman. Dan selalu mendengar bisikan, “sudah berhenti saja.. cari
tempat ngajar lain.. ato nggak dirumah saja... jaga toko ibuk mu .. penghasilannya
jauh melebihi gajimu”. Tapi kalau gue berhenti, sama aja gue lari dari
tantangan. Lari dari tanggung jawab. Dan itu samasekali menyimpang dari idealisme
gue. Dilain pihak, gag semuanya tampak buruk. layaknya mata uang dengan dua sisi. mengajar juga punya sisi baiknya. Dimana gue jadi bisa belajar mengenal banyak orang, berbagi tawa, berbagi ilmu, menambah teman, dan berbagai hal menyenangkan lainnya. So, Gue akan berusaha sebisanya dan bertahan semampunya. Sampai pada akhir
kisah yang sudah gue harapkan sebelumnya. Semoga 6 bulan ini berlalu dengan
baik. Dan planning gue berjalan dengan restu Tuhan.
Well done, that’s all my effusive. Hope
tomorrow would be better then today. (need more blessing).
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
ReplyDeleteDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny